Breaking News

Studi menemukan kunci kesehatan usus untuk memerangi penyakit kulit, probiotik mata sebagai pengobatan potensial

Dalam penelitian terbaru yang diterbitkan dalam International Journal of Molecular Sciences, tim peneliti Polandia melakukan tinjauan untuk memahami hubungan antara mikrobioma usus dan penyakit dermatologis dan meneliti penggunaan probiotik untuk memperbaiki disbiosis mikrobioma usus sebagai pengobatan untuk berbagai penyakit kulit.

Latar belakang

Meskipun sebagian besar penyakit dermatologis tidak berakibat fatal, penyakit ini masih memberikan kontribusi besar terhadap beban kesehatan masyarakat global, meskipun penyakit kulit mempunyai dampak terhadap kesehatan mental dan kualitas pekerjaan serta kehidupan sehari-hari akibat ketidaknyamanan dan stigma sosial. Faktor genetik dan lingkungan seringkali menjadi penyebab penyakit kulit. Namun, semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa mikrobioma usus, yang berperan penting dalam perkembangan berbagai jenis penyakit, juga berkontribusi terhadap perkembangan dan perkembangan penyakit dermatologis.

Pengurutan asam nukleat telah banyak digunakan untuk mengeksplorasi gen bakteri, memahami komposisi, kelimpahan, dan keanekaragaman mikrobioma, serta memahami peran penting mikrobioma usus dalam kesehatan dan homeostasis manusia. Disbiosis mikrobioma usus terbukti secara signifikan mempengaruhi perkembangan dan perkembangan berbagai penyakit kronis. Menentukan kontribusi disbiosis mikrobioma dalam patogenesis dan perkembangan penyakit dermatologis dapat membantu menemukan jalur terapi baru untuk penyakit kulit.

 

Fungsi mikrobioma usus

Dalam ulasan kali ini, para peneliti membahas perakitan dan komposisi mikrobioma usus serta perannya dalam kesehatan manusia. Tinjauan tersebut melaporkan bahwa mikrobioma usus terdiri dari lebih dari 1014 mikroorganisme, yang secara kumulatif memiliki berat yang sama dengan hati manusia. Selain itu, lebih dari tiga juta gen bakteri dari mikrobioma usus bertanggung jawab untuk mensintesis berbagai metabolit, beberapa di antaranya penting untuk kesehatan manusia.

Studi yang meneliti perakitan dan komposisi mikrobioma usus sebagian besar menunjukkan bahwa mikrobiota usus diperoleh sejak tahap perkembangan prenatal, dan profil mikrobioma terbentuk pada usia lima atau enam tahun, yang berlanjut hingga dewasa. Bacteroidetes dan Firmicutes adalah dua taksa bakteri paling dominan dalam mikrobioma usus manusia yang sehat, dengan perbedaan individu dalam proporsi dan komposisi mikroflora.

Penggunaan antibiotik, genetika, pola makan, dan faktor gaya hidup seperti merokok, stres, kurang tidur, olahraga, dan indeks massa tubuh diketahui memengaruhi profil mikrobiota usus. Pola makan yang sebagian besar terdiri dari lemak, makanan olahan, dan gula serta rendah serat diketahui mendorong mikrobioma usus menuju profil peradangan.

 

Penyakit dermatologis dan mikrobioma usus

Tinjauan tersebut juga mencakup pemeriksaan rinci tentang peran mikrobioma usus dalam berbagai penyakit dermatologis, termasuk dermatitis atopik, psoriasis, jerawat, dan alopecia areata. Penelitian telah melaporkan bahwa sifat kronis dari dermatitis atopik, terutama pruritus yang menetap meskipun telah diobati dengan pengobatan, telah diketahui menurunkan kualitas hidup secara signifikan dan dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi dan kecemasan. Tinjauan tersebut menemukan bahwa disbiosis mikrobioma usus sangat terkait dengan dermatitis atopik.

Hasil dari studi asosiasi genom menunjukkan bahwa taksa bakteri seperti Bifidobacteriaceae, Bifidobacteriales, Bifidobacterium, Christensenellaceae, Clostridia, Mollicutes, dan Tenerticutes menunjukkan korelasi negatif dengan risiko dermatitis atopik, sedangkan Anaerotruncus, Bacteroides, dan Bacteroidaceae menunjukkan korelasi positif. .

Selain itu, dalam kasus di mana dermatitis atopik berkembang di masa dewasa, keragaman alfa mikrobioma usus lebih rendah. Kekayaan spesies dan proporsi taksa juga berbeda antara pasien dermatitis atopik dengan dan tanpa gejala gastrointestinal. Selain itu, penurunan keragaman alfa juga dikaitkan dengan risiko dermatitis atopik, tingkat keparahan, remisi, dan usia timbulnya penyakit yang lebih tinggi.

Pemeriksaan genom sampel tinja dari pasien psoriasis menemukan keragaman spesies yang lebih rendah dalam mikrobioma usus mereka dan disbiosis yang signifikan dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Selain itu, meskipun mikrobioma pasien psoriasis dan kontrol sehat keduanya terdiri dari Actinobacteria, Proteobacteria, Firmicutes, dan Bacteroidetes, jumlah Proteobacteria dan Bacteroidetes jauh lebih rendah, dan jumlah Actinobacteria dan Firmicutes secara signifikan lebih tinggi pada mikrobioma usus pasien psoriasis.

Tinjauan tersebut juga membahas temuan dari berbagai penelitian tentang hubungan antara mikrobioma usus dan perkembangan, gejala, tingkat keparahan, dan perkembangan jerawat, serta alopecia areata.

 

Kesimpulan

Ringkasnya, tinjauan tersebut mengkaji sejumlah penelitian yang menyelidiki hubungan antara mikrobioma usus dan penyakit dermatologis seperti dermatitis atopik, psoriasis, jerawat, dan alopecia areata. Temuan ini menunjukkan bahwa disbiosis mikrobioma usus pada berbagai tahap kehidupan berhubungan secara signifikan dengan perkembangan, tingkat keparahan, dan perkembangan penyakit kulit.

Selain itu, meskipun penelitian mengenai penggunaan probiotik untuk meringankan gejala berbagai penyakit kulit masih terbatas, tinjauan tersebut menemukan bahwa beberapa penelitian telah menemukan hasil positif, sehingga menyoroti perlunya mengeksplorasi lebih jauh potensi penggunaan probiotik sebagai pengobatan penyakit kulit.

 

Journal reference:

Ryguła, I., Pikiewicz, W., Grabarek, B. O., Wójcik, M., & Kaminiów, K. (2024). The Role of the Gut Microbiome and Microbial Dysbiosis in Common Skin Diseases. International Journal of Molecular Sciences, 25(4). DOI: 10.3390/ijms25041984, https://www.mdpi.com/1422-0067/25/4/1984

No comments