Vaksin: Kunci Mencegah Setengah Juta Kematian Terkait AMR Setiap Tahunnya
Pengantar resistensi antimikroba
Memahami AMR
Resistensi antimikroba (AMR) mengacu pada evolusi mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan virus melalui mutasi atau transfer genetik untuk bertahan dari paparan agen antimikroba yang sebelumnya efektif. Pada tahun 2019 saja, AMR bertanggung jawab atas lebih dari 4,95 juta kematian, melebihi total kematian akibat human immunodeficiency virus (HIV) dan malaria. Pada tahun 2050, World Health Organization (WHO) memperkirakan AMR akan menyebabkan hingga 10 juta kematian setiap tahunnya.
AMR sebagian besar disebabkan oleh penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan agen antimikroba, khususnya di low- to middle-income countries (LMICs) di mana banyak orang akan mendiagnosis penyakit mereka sendiri dan membeli antibiotik yang dijual bebas ketika antibiotik tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan. Banyak dokter di seluruh dunia juga tidak perlu meresepkan antibiotik dalam jangka panjang karena kurangnya alat diagnostik yang tepat untuk memastikan adanya infeksi bakteri atau untuk menghindari ketidakpuasan pasien yang meminta pengobatan antibiotik.
Selain dampak langsung AMR terhadap perawatan pasien, hal ini juga terkait dengan biaya ekonomi yang signifikan. Di Eropa, AMR telah dikaitkan dengan lebih dari sembilan miliar euro, sedangkan Pusat Pengendalian dan Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat memperkirakan bahwa AMR menyumbang $20 miliar USD dalam biaya perawatan kesehatan langsung dan $35 miliar USD dalam hilangnya produktivitas setiap tahunnya.
Peran vaksin dalam pencegahan AMR
Vaksin dan AMR
Vaksin dianggap sebagai alat yang sangat efektif dalam memerangi AMR. Vaksin secara signifikan mengurangi beban penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus. Faktanya, vaksin untuk melawan infeksi virus, khususnya yang menyerang sistem pernafasan, mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak tepat, sehingga membatasi penyebaran patogen yang resisten.
Infeksi bakteri adalah komplikasi sekunder yang umum terjadi setelah infeksi virus tertentu dan bahkan dapat menyebabkan superinfeksi virus-bakteri. Oleh karena itu, vaksinasi terhadap patogen virus secara langsung mengurangi risiko infeksi bakteri sekunder yang mungkin resisten terhadap antibiotik.
Selain manfaat tidak langsung dari vaksin terhadap AMR, beberapa vaksin juga telah dikembangkan untuk secara khusus menargetkan strain bakteri yang menjadi resisten terhadap antibiotik modern. Misalnya, beberapa vaksin telah dikembangkan untuk menargetkan Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe b, dan Salmonella enterica serotipe Typhi (S typhi).
Kisah sukses vaksin
Dampak vaksinasi
Sejak tahun 1983, beberapa vaksin polisakarida pneumokokus telah dikembangkan dan disetujui untuk digunakan pada anak-anak. Vaksin-vaksin ini telah secara signifikan mengurangi kejadian infeksi yang disebabkan oleh infeksi S. pneumoniae yang rentan terhadap obat dan resistan terhadap obat, dengan penelitian observasional menunjukkan bahwa hingga 84% penyakit pneumokokus invasif pada anak-anak di bawah usia dua tahun dapat dicegah di Amerika. Negara-negara bagian saja dalam lima tahun pertama vaksin ini diperkenalkan.
Perkiraan saat ini menunjukkan bahwa pneumococcal conjugate vaccines (PCVs) telah mencegah hingga 23,8 juta infeksi pada anak-anak di bawah usia lima tahun di negara-negara LMIC. Dengan tidak adanya vaksin PCV dan rotavirus, para peneliti memperkirakan bahwa patogen ini masing-masing bertanggung jawab atas 56,9 juta dan 47,9 juta kasus infeksi yang diobati dengan antibiotik. Namun, meskipun ketersediaan vaksin-vaksin ini sangat efektif, cakupan vaksin secara global masih rendah, yaitu sekitar 40% pada anak-anak di bawah usia lima tahun.
Hingga saat ini, lebih dari 20 vaksin telah dikembangkan dan disetujui untuk digunakan melawan S. typhi. Di Pakistan, typhoid conjugate vaccines (TCVs) telah berhasil mengurangi wabah lokal infeksi S. typhi yang resistan terhadap obat. Perkiraan saat ini menunjukkan bahwa imunisasi rutin dengan TCV pada usia sembilan bulan dengan dosis booster tambahan akan mencegah 21,2 juta infeksi tifoid yang resistan terhadap berbagai obat dan lebih dari 342.000 kematian di seluruh dunia.
Tantangan dan mitos
Kesalahpahaman tentang vaksin
Hingga saat ini, vaksin telah menyelamatkan jutaan nyawa di seluruh dunia. Terlepas dari manfaat-manfaat tersebut, keraguan terhadap vaksin telah muncul sebagai masalah kesehatan masyarakat yang signifikan dan menyebabkan munculnya kembali penyakit-penyakit yang sebelumnya dapat dikendalikan seperti campak. Meskipun faktor-faktor yang berkontribusi terhadap keraguan terhadap vaksin sangatlah kompleks, informasi yang salah sering kali disebarkan melalui media sosial dan media lain yang mengabaikan banyaknya bukti ilmiah yang mendukung keamanan vaksin yang saat ini disetujui.
Setelah publikasi makalah bermasalah yang mengusulkan hubungan antara vaksin, khususnya vaksin campak, gondok, dan rubella (MMR), dan autisme, cakupan vaksin MMR menurun secara signifikan di banyak negara maju termasuk Inggris. Makalah ini, yang pada akhirnya ditarik kembali karena kurangnya kontrol yang tepat dan desain penelitian yang bias, menyebabkan banyak peneliti melakukan penelitian epidemiologi besar-besaran di seluruh dunia yang secara substantif menegaskan bahwa vaksinasi, termasuk dengan vaksin MMR, tidak memiliki hubungan korelatif atau kausatif. kaitannya dengan gangguan spektrum autisme (ASD).
Permasalahan lain yang diangkat oleh banyak orang tua yang ragu terhadap vaksin adalah kekhawatiran mengenai jumlah vaksin yang diterima anak-anak, terutama anak-anak di bawah usia dua tahun. Di beberapa wilayah di dunia, lebih dari 30 dosis vaksin yang melindungi terhadap 20 penyakit berbeda akan diberikan kepada anak-anak dalam 24 tahun pertama kehidupannya.
Yang penting, jadwal dan pemberian dosis vaksin ini didasarkan pada berbagai faktor termasuk berkurangnya tingkat antibodi ibu selama kehamilan, pematangan sistem kekebalan tubuh, dan kerentanan anak kecil terhadap penyakit yang berpotensi parah ini. Selain itu, menunda atau memisahkan vaksin akan menempatkan pasien pada risiko yang tidak perlu dan belum terbukti memberikan manfaat apa pun kepada anak.
Pentingnya kekebalan kelompok
Imunitas Kelompok dan AMR
Cakupan vaksinasi yang efektif pada suatu populasi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat yang tidak menerima vaksinasi atau tidak mampu meningkatkan respons imun yang efektif setelah vaksinasi. Fenomena yang banyak disebut sebagai kekebalan kelompok ini dapat secara signifikan mengurangi penularan patogen AMR dan membatasi penggunaan antibiotik pada individu yang tidak divaksinasi.
Kekebalan kelompok telah mengurangi beban berbagai penyakit di seluruh dunia, termasuk penyakit pneumokokus invasif. Untuk mencapai tujuan ini, penurunan yang signifikan pada infeksi pneumokokus yang resistan terhadap penisilin telah dilaporkan pada semua populasi umur, termasuk mereka yang berusia di atas 65 tahun, setelah diperkenalkannya PCV7 dan PCV13.
References
Ding, D., Wang, B., Zhang, X., et al. (2023). The spread of antibiotic resistance to humans and potential protection strategies. Ecotoxicology and Environmental Safety 254. doi:10.1016/j.ecoenv.2023.114734.
Frost, I., Sati, H., Garcia-Vello, P., et al. (2023). The role of bacterial vaccines in the fight against antimicrobial resistance: an analysis of the preclinical and clinical development pipeline. The Lancet Microbe 4(2); e113-125. doi:10.1016/S2666-5247(22)00303-2.
Laxminarayan, R. (2022). The overlooked pandemic of antimicrobial resistance. The Lancet. doi:10.1016/S0140-6736(22)00087-3.
Lewnard, J. A., Lo, N. C., Arinaminpathy, N., et al. (2020). Childhood vaccines and antibiotic use in low- and middle-income countries. Nature 581;94-99. doi:10.1038/s41586-020-2238-4.
Geoghegan, S., O’Callaghan, K. P., & Offit, P. A. (2020). Vaccine Safety: Myths and Misinformation. Frontiers in Microbiology 11. doi:10.3389/fmicb.2020.00372.
Jansen, K. U., Gruber, W. C., Simon, R., et al. (2021). The impact of human vaccines on bacterial antimicrobial resistance: A review. Environmental Chemical Letters 19(6); 4031-4062. doi:10.1007/s10311-021-01274-z.
No comments